BUKU
Judul: Kebijakan Publik, Administrasi Publik dan Analisis Kebijakan Publik
Penulis: Sugiyanto, SH.,MPA.
Penerbit: UI, -
PERHATIAN terhadap analisis kebijakan berkembang secara mantap baru akhir-akhir ini. Dimulai dari Amerika Serikat pada dekade 1960s, gerakan perhati kebijakan publik berkembang pada dua sumber perhatian. Pertama, skala dan bertubi-tubinya masalah-masalah yang dihadapi pemerintah pada masyarakat industri Barat mendorong para pembuat kebijakan mencari bantuan solusi masalah-masalah tersebut. Kedua, para peneliti akademisi, terutama di bidang disiplin ilmu sosial, berpaling perhatiannya pada isu-isu yang berkaitan dengen kebijakan, dan berusaha menerapkan pengetahuan mereka untuk menangani berbagai isu tersebut. Perlu dicatat di sini kita tidak perlu menonjolkan satu dari yang lain. Tidak tterdapat sesuatu hal tiba-tiba dapat mendorong para pembuat kebijakan untuk beralih profesi ke bidang penelitian akademis, demikian sebaliknya tidak mungkin terjadi reorientasi mendadak di antara pada peneliti untuk beralih ke kegiatan analisis kebijakan. Berbagai universitas telah mengembangkan program program pembela-jaran bidang kebijakan publik; sejumlah jurnal akademis mengkhususkan pada bidang kebijakan publik, ilmu kebijakan dan studi kebijakan dipopulerkan; sedang-kan para dosen atau peneliti dalam berbagai disiplin ilmu yang sudah mapan seperti ilmu politik, ekonomi dan sosiologi mulai mempublikasikan tema-tema yang berkaitan dengan kebijakan. Pada saat yang sama di lingkungan pemerintahan mulai merekrut analis kebijakan, serta berkembangnya tuntutan akan kebutuhan skill dan kemampuan teknis guna mendukung kegiatan analisis kebijakan seperti cost benefit analysis, programme budgeting, serta analisis dampak.
Heclo (1972, hal.83), salah seorang penulis mengenai perkembangan kebijakan publik dan analisis kebijakan, menyatakan bahwa yang terjadi adalah “renewed fashionability” terhadap analisis kebijakan. Maksudnya, walaupun bidang analisis kebijakan berkembang sedemikian rupa, namun sebenarnya tidak seluruh-nya merupakan hal baru. Bahkan Rhodes (1979, hal.26) berdasar pengamatannya, berbagai karya yang mengklaim baru ternyata "all very familiar”. Ketidakasingan kita terhadap bidang ilmu yang baru ini karena pada dasarnya kebijakan publik sudah menjadi fokus perhatian dalam bidang pemerintahan maupun sebagai isu di antara para akademisi dan peneliti. Bidang studi yang semula dikembangkan oleh para ilmuwan bidang politik, ekonomi dan lainnya pada saat ini telah dipayungi oleh atau dikaji dalam perspektif disiplin analisis kebijakan. Semakin banyak para pakar seperti Keynes, Webbs atau Marx,secara individual terlibat dalam upaya untuk mengaplikasikan ilmu sosial dalam menjwab persoalan-paersoalan yang dihadapi pemerintah atau mempengaruhi berbagai kegiatan pengambilan keputusan.
Dalam perkembangannya terjadi perubahan skala perhatian terhadap isu-isu kebijakan sedemikian rupa, sehingga disiplin ilmu kebijakan publik mulai menawar-kan pendekatan baru dalam mengantisipasi persoalan yang dihadapi pemerintah dibandingkan dengan pendekatan administrasi publik yang dirasakan gagal sebagai-mana ditawarkan dalam program atau kursus-kursus analisis kebijakan publik di berbagai universitas di Amerika Serikat pada akhir dekade 1960-an. Kebanyakan program Master di bidang Kebijakan Publik mengacu pada program Master di bidang administrasi bisnis yang diselenggarakan perguruan tinggi bisnis. Pendekatan lebih ditekankan pada metoda kuantitatif dikombinasikan dengan analisis organisasi serta pengembangan kemampuan managerial melalui studi-kasus. Beberapa program juga mengajarkan mengenai etika dan nilai-nilai. Berbagai program dengan pendekatan baru menjanjikan mampu membedakan secara jelas antara administrasi publik dengan administrasi bisnis, namun menurut Rhodes (1979) banyak pengamat masih merasa belum sepenuhnya puas.
Apabila Amerika Serikat sebagai pelopor dalam pengembangan kebijakan pubIik sudah memulai tahun 1960-an, maka di Inggris program-progran pendidikan penelitian berbagai universitas di bidang kebijakan publik mulai tumbuh pada pertengahan 1970-an sebagaimana terlihat dari bermunculannya sejumlah jurnal dan publikasi dengan fokus kebijakan publik; serangkaian diskusi wacana kebijakan publik dilakukan dengan formasi "British Brooking" yang mengambil mode "the Brooking Institution" di Washington. Cita-cita mereka adalah mendirikan suatu pusat penelitian kebijakan publik untuk mempersembahkan karya berkualitas tinggi dalam menjawab persoalan yang dihadapi pemerintah. Perbedaan yang signifikan antara gerakan kebijakan publik yang dikembangkan di Inggris dan Amerika Serikat adalah bahwa sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap ilmu-ilmu sosial lebih menguntungkan daripada di Inggris. Akibatnya, pendanaan oleh pemerintah terhadap kegiatan penelitian ilmu sosial atau pemanfaatan para akademisi dalam posisi pemerintahan di Amerika Serikat jauh lebih tinggi daripada di Inggris (Sharpe,1975). Perbedaan lainnya, di Inggris para analis kebijakan jarang sekali dipekerjakan dalam instansi pemerintahan, sehingga sangat dirasakan di kalangan para pejabat pemerintah, administrator atau spesialis akan kurangnya kompetensi di bidang analisis kebijakan. (Gunn, 1981).
Sejauh ini dapat dipahami bahwa istilah analisis kebijakan menggambarkan suatu wilayah beraneka kegiatan. Sedemikian bervariasinya jenis dan jumlah kegiatannya sehingga Wildaysky (1979, hal.15) menyatakan “there can be no one definition of policy analysis". Dalam pandangan Wildaysky. Lebih penting mempraktekkan analisis kebijakan daripada mendefinisikannya, sebagaimana komentarnya "...analysis shoulalbe shown not just defined. Nothing is more stultifying than a futile search for Aritotelian essences". (hal. 410). Demikian selanjutnya sampai saat ini terus diupayakan berbagai pakar untuk memperoleh formula konsep dasar dan terminologi kebijakan publik yang semakin mapan.
RUANG LINGKUP DAN ORIENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
Salah satu persoalan yang dihadapi para mahasiswa di bidang kebijakan publik adalah beraneka dan bervariasinya terminologi yang digunakan dalam literatur. Dalam literatur internasional istilah yang paling banyak dipakai adalah “policy science” (ilmu kebijakan), “policy studies” (studi kebijakan), dan “policy analysis” (analisis kebijakan). Kadang-kadang istilah tersebut digunakan secara khusus, ddidefinisikan secara baik, tetapi kadang-kadang juga digunakan secara bergantian. Apabila dalam suatu literatur istilah tersebut telah didefinisikan, oleh penulis lain dipakai secara tidak konsisten. Banyak pihak yang cenderung menghindari perdebatan mengenai batasan kebijakan publik.
Sampai saat ini istilah yang paling banyak digunakan para penulis, menurut Ham dan Hill (1986), Dror (1971), Laswell (1951), Jenkins (1978) serta Wildavsky (1979) adalah “policy analysis" (analisis kebijakan). Menurut Ham dan Hill, di samping faktor favorit, alasan memilih istilah analisis kebijakan adalah perlu dibedakannya antara "analysis of policy” dan "analysis for policy” ( analisis tentang kebijakannya dan analisis untuk membuat kebijakan). Pembedaan ini sangat penting untuk diperhatikan dalam analisis kebijakan selaku kegiatan akademis yang utamanya bertujuan untuk membantu berbagai upaya mengatasi permasalahan sosial.
kebijakan menurut Thomas Dye "is finding out what governments do, why they do it, and what difference it makes" (untuk mengatahui apa yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan hal tersebut, dan hasil perubahan apa yang hendak dicapai). Menurut pandangan Dye semua definisi analisi kebijakan selalu bermuara pada uraian dan penjelasan mengenai penyebab dan konsekuensi dari perbuatan pemerintah. Definisi ini nampaknya merambah pada subyek kajian ilmu politik. Untuk membedakan, para ilmuwan politik tradisionil dalam membahas penyebab dan konsekuensi dari perbuatan pemerintah lebih ditekankan pada Institusi dan struktur dari pemerintahan, yang kemudian mulai juga memfokuskan pada aspek perilaku. Sedangkan para analis kebijakan lebih menekankan pada apa yang dikerjakan pemerintah.
Pengertian analisis kebijakan yang menekankan pada analisis dalam pening-katan pengetahuan mengenai kegiatan pemerintah tersebut juga mampunyai dimensi kemanfaatan bagi para pembuat kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas kebijakan publik-nya sendiri; sebab kebijakan publik merupakan "a prescriptive as well as descriptive activity”. Perkembangan orientasi kebijakan dalam berbagai ilmu sosial maupun disiplin ilmu lainnya mencakup due elemen, yaitu: (1) pengembangan pengetahuan tentang proses kebijakannya sendiri, serta (2) peningkatan kualitas informasi yang tersedia bagi pembuat kebijakan.
Laswell (1971) mengemukakan bahwa orientasi kebijakan sebagai pendekatan ilmu kebijakan adalah "the contribution of systematic knowledge, structured rationality and organised creativity to better policy making”. Lebih lanjut dikatakan bahwa para ilmuwan kebijakan mengkonsentrasikan diri pada "the fundamental problems of man in society" (masalah mendasar kemanusiaan dalam masyarakat), dan membantu pencapaian "the realisation of human dignity in theory and fact" (terealisasinya martabat manusia menurut teori maupun kenyataan), ditambah Dror (1971) “policy sciences is essential for improvement of the human condition, and, indeed for avoidance of catastrophe" (ilmu kebijakan utamanya adalah untuk meningkatkan kondisi kemanusiaan, dan menghindari bencana).
Pada dimensi orientasinya sebagai preskripsi (resep), dalam analisis terhadap permasalahan yang dihadapi para pembuat kebijakan, analisis kebijakan memerlukan proses kreativitas, imajinasi dan craftmanship (Wildaysky). Peranan para analis dengan demikian adalah bagaimana melokalisasi masalah yang memerlukan solusi pemecahannya. Tuntutan akan peranan para analis kebijakan –kreativitas, imajinasi dan craftmanship– menjadi tidak sederhana apabila dikaitkan denganpendapat Michael Hill yang menyatakan "in the public domain, management takes place within a framework of public debate, characterized by conflicting values and interest, public choice, public accountability and a political environment" (di bidang/domein publik, manajemen ditempatkan pada kerangka kerja pengelolaan debat publik, yang ditandai dengan saratnya konflik nilai dan kepentingan, selera publik, akuntabilitas publik dan lingkungan politis). Kondisi demikian dalam kadar tertentu menjadi dilematis bagi para analis kebijakan dalam orientasinya apakah sepenuhnya pada ilmu sosial semata-mata atau juga terhadap politik praktis. Pada skala yang lebih besar, hal tersebut merupakan persoalan hubungan antara administrasi publik dan kebijakan publik dengan politik.
Untuk memahami posisi kebijakan publik dalam administrasi publik/negara dan keterkaitannya dengan ilmu politik, perlu dibahas: Paradigma Administrasi Publik, Administrasi Publik sebagai proses Politik, dan kemudian pengertian Kebijakan Publik.
1. Paradigma Kebijakan publik
Pengertian Administrasi publik dapat dibangun dari pengertian administrasi: “kerjasama secara rasional antara sejumlah manusia untuk mencapal tujuan tertentu secara efisien, efektif dan manusiawi" (Mustopadidjaja,1988). Mencapai “tujuan tertentu"dalam domein/bidang publik atau administrasi publik berarti mencapai kehidupan dan penghidupan yang berkualitas (adil, makmur, dan sejahtera). Sedangkan efisien, efektif dan manusiawi indikasinya adalah pelayanan publik yang optimal , prima dan akuntabel. Administrasi Publik sebagai disiplin ilmu seringkali dipandang terlalu sederhana, yakni sebagai teori organisasi dan teknik-teknik manajemen. Dalam pandangan demikian, administrasi publik sangat jelas perbedaannya dengan ilmu politik, karena tekanannya adalah pada struktur dan perilaku administrasi serta metodologinya.
Adminisrasi publik juga berbeda dengan ilmu administrasi karena indikator yang digunakan dalam evaluasi pada lingkungan pemerintahan berbeda dengan yang dipakai organisasi swasta, karena organisasi swasta yang berorientasi profit sebesar-besarnya dalam proses pembuatan keputusannya, kurang terikat untuk memperhatikan kepentingan umum (public interest). Tidak sebagaimana halnya dengan organisasi publik yang harus memperhatikan kepentingan publik dan memberikan pelayanan yang prima dan akuntabel.
Dalam perkembangannya, administrasi publik, dalam rangka mencari identitasnya, menunjukkan sifatnya yang dinamis (tidak statis). Terjadi pergeseran paradigma atau pemberian makna administrasi publik dari yang tradisionil (teori organisasi dan teknik-teknik manajemen) atau menekankan pada fungsi pelaksanaan kebijakan publik saja menjadi di samping pelaksanaan juga termasuk fungsi perumusan kebijakan. Robert T. Golembieswski mengemukanan bahwa perubahan atau pergeseran paradigma administrasi publik dapat dipelajari dari locus dan focusnya. Locus menunjukkan tempat di mana administrasi publik diposisikan/diperankan; sedangkan focus menunjukkan pokok bahasan (substansi atau content) dari administrasi publik tersebut.
Judul: Kebijakan Publik, Administrasi Publik dan Analisis Kebijakan Publik
Penulis: Sugiyanto, SH.,MPA.
Penerbit: UI, -
BAGIAN I
KEBIJAKAN PUBLIK — ADMINISTRASI PUBLIK — ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
PERHATIAN terhadap analisis kebijakan berkembang secara mantap baru akhir-akhir ini. Dimulai dari Amerika Serikat pada dekade 1960s, gerakan perhati kebijakan publik berkembang pada dua sumber perhatian. Pertama, skala dan bertubi-tubinya masalah-masalah yang dihadapi pemerintah pada masyarakat industri Barat mendorong para pembuat kebijakan mencari bantuan solusi masalah-masalah tersebut. Kedua, para peneliti akademisi, terutama di bidang disiplin ilmu sosial, berpaling perhatiannya pada isu-isu yang berkaitan dengen kebijakan, dan berusaha menerapkan pengetahuan mereka untuk menangani berbagai isu tersebut. Perlu dicatat di sini kita tidak perlu menonjolkan satu dari yang lain. Tidak tterdapat sesuatu hal tiba-tiba dapat mendorong para pembuat kebijakan untuk beralih profesi ke bidang penelitian akademis, demikian sebaliknya tidak mungkin terjadi reorientasi mendadak di antara pada peneliti untuk beralih ke kegiatan analisis kebijakan. Berbagai universitas telah mengembangkan program program pembela-jaran bidang kebijakan publik; sejumlah jurnal akademis mengkhususkan pada bidang kebijakan publik, ilmu kebijakan dan studi kebijakan dipopulerkan; sedang-kan para dosen atau peneliti dalam berbagai disiplin ilmu yang sudah mapan seperti ilmu politik, ekonomi dan sosiologi mulai mempublikasikan tema-tema yang berkaitan dengan kebijakan. Pada saat yang sama di lingkungan pemerintahan mulai merekrut analis kebijakan, serta berkembangnya tuntutan akan kebutuhan skill dan kemampuan teknis guna mendukung kegiatan analisis kebijakan seperti cost benefit analysis, programme budgeting, serta analisis dampak.
Heclo (1972, hal.83), salah seorang penulis mengenai perkembangan kebijakan publik dan analisis kebijakan, menyatakan bahwa yang terjadi adalah “renewed fashionability” terhadap analisis kebijakan. Maksudnya, walaupun bidang analisis kebijakan berkembang sedemikian rupa, namun sebenarnya tidak seluruh-nya merupakan hal baru. Bahkan Rhodes (1979, hal.26) berdasar pengamatannya, berbagai karya yang mengklaim baru ternyata "all very familiar”. Ketidakasingan kita terhadap bidang ilmu yang baru ini karena pada dasarnya kebijakan publik sudah menjadi fokus perhatian dalam bidang pemerintahan maupun sebagai isu di antara para akademisi dan peneliti. Bidang studi yang semula dikembangkan oleh para ilmuwan bidang politik, ekonomi dan lainnya pada saat ini telah dipayungi oleh atau dikaji dalam perspektif disiplin analisis kebijakan. Semakin banyak para pakar seperti Keynes, Webbs atau Marx,secara individual terlibat dalam upaya untuk mengaplikasikan ilmu sosial dalam menjwab persoalan-paersoalan yang dihadapi pemerintah atau mempengaruhi berbagai kegiatan pengambilan keputusan.
Dalam perkembangannya terjadi perubahan skala perhatian terhadap isu-isu kebijakan sedemikian rupa, sehingga disiplin ilmu kebijakan publik mulai menawar-kan pendekatan baru dalam mengantisipasi persoalan yang dihadapi pemerintah dibandingkan dengan pendekatan administrasi publik yang dirasakan gagal sebagai-mana ditawarkan dalam program atau kursus-kursus analisis kebijakan publik di berbagai universitas di Amerika Serikat pada akhir dekade 1960-an. Kebanyakan program Master di bidang Kebijakan Publik mengacu pada program Master di bidang administrasi bisnis yang diselenggarakan perguruan tinggi bisnis. Pendekatan lebih ditekankan pada metoda kuantitatif dikombinasikan dengan analisis organisasi serta pengembangan kemampuan managerial melalui studi-kasus. Beberapa program juga mengajarkan mengenai etika dan nilai-nilai. Berbagai program dengan pendekatan baru menjanjikan mampu membedakan secara jelas antara administrasi publik dengan administrasi bisnis, namun menurut Rhodes (1979) banyak pengamat masih merasa belum sepenuhnya puas.
Apabila Amerika Serikat sebagai pelopor dalam pengembangan kebijakan pubIik sudah memulai tahun 1960-an, maka di Inggris program-progran pendidikan penelitian berbagai universitas di bidang kebijakan publik mulai tumbuh pada pertengahan 1970-an sebagaimana terlihat dari bermunculannya sejumlah jurnal dan publikasi dengan fokus kebijakan publik; serangkaian diskusi wacana kebijakan publik dilakukan dengan formasi "British Brooking" yang mengambil mode "the Brooking Institution" di Washington. Cita-cita mereka adalah mendirikan suatu pusat penelitian kebijakan publik untuk mempersembahkan karya berkualitas tinggi dalam menjawab persoalan yang dihadapi pemerintah. Perbedaan yang signifikan antara gerakan kebijakan publik yang dikembangkan di Inggris dan Amerika Serikat adalah bahwa sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap ilmu-ilmu sosial lebih menguntungkan daripada di Inggris. Akibatnya, pendanaan oleh pemerintah terhadap kegiatan penelitian ilmu sosial atau pemanfaatan para akademisi dalam posisi pemerintahan di Amerika Serikat jauh lebih tinggi daripada di Inggris (Sharpe,1975). Perbedaan lainnya, di Inggris para analis kebijakan jarang sekali dipekerjakan dalam instansi pemerintahan, sehingga sangat dirasakan di kalangan para pejabat pemerintah, administrator atau spesialis akan kurangnya kompetensi di bidang analisis kebijakan. (Gunn, 1981).
Sejauh ini dapat dipahami bahwa istilah analisis kebijakan menggambarkan suatu wilayah beraneka kegiatan. Sedemikian bervariasinya jenis dan jumlah kegiatannya sehingga Wildaysky (1979, hal.15) menyatakan “there can be no one definition of policy analysis". Dalam pandangan Wildaysky. Lebih penting mempraktekkan analisis kebijakan daripada mendefinisikannya, sebagaimana komentarnya "...analysis shoulalbe shown not just defined. Nothing is more stultifying than a futile search for Aritotelian essences". (hal. 410). Demikian selanjutnya sampai saat ini terus diupayakan berbagai pakar untuk memperoleh formula konsep dasar dan terminologi kebijakan publik yang semakin mapan.
RUANG LINGKUP DAN ORIENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
Salah satu persoalan yang dihadapi para mahasiswa di bidang kebijakan publik adalah beraneka dan bervariasinya terminologi yang digunakan dalam literatur. Dalam literatur internasional istilah yang paling banyak dipakai adalah “policy science” (ilmu kebijakan), “policy studies” (studi kebijakan), dan “policy analysis” (analisis kebijakan). Kadang-kadang istilah tersebut digunakan secara khusus, ddidefinisikan secara baik, tetapi kadang-kadang juga digunakan secara bergantian. Apabila dalam suatu literatur istilah tersebut telah didefinisikan, oleh penulis lain dipakai secara tidak konsisten. Banyak pihak yang cenderung menghindari perdebatan mengenai batasan kebijakan publik.
Sampai saat ini istilah yang paling banyak digunakan para penulis, menurut Ham dan Hill (1986), Dror (1971), Laswell (1951), Jenkins (1978) serta Wildavsky (1979) adalah “policy analysis" (analisis kebijakan). Menurut Ham dan Hill, di samping faktor favorit, alasan memilih istilah analisis kebijakan adalah perlu dibedakannya antara "analysis of policy” dan "analysis for policy” ( analisis tentang kebijakannya dan analisis untuk membuat kebijakan). Pembedaan ini sangat penting untuk diperhatikan dalam analisis kebijakan selaku kegiatan akademis yang utamanya bertujuan untuk membantu berbagai upaya mengatasi permasalahan sosial.
kebijakan menurut Thomas Dye "is finding out what governments do, why they do it, and what difference it makes" (untuk mengatahui apa yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan hal tersebut, dan hasil perubahan apa yang hendak dicapai). Menurut pandangan Dye semua definisi analisi kebijakan selalu bermuara pada uraian dan penjelasan mengenai penyebab dan konsekuensi dari perbuatan pemerintah. Definisi ini nampaknya merambah pada subyek kajian ilmu politik. Untuk membedakan, para ilmuwan politik tradisionil dalam membahas penyebab dan konsekuensi dari perbuatan pemerintah lebih ditekankan pada Institusi dan struktur dari pemerintahan, yang kemudian mulai juga memfokuskan pada aspek perilaku. Sedangkan para analis kebijakan lebih menekankan pada apa yang dikerjakan pemerintah.
Pengertian analisis kebijakan yang menekankan pada analisis dalam pening-katan pengetahuan mengenai kegiatan pemerintah tersebut juga mampunyai dimensi kemanfaatan bagi para pembuat kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas kebijakan publik-nya sendiri; sebab kebijakan publik merupakan "a prescriptive as well as descriptive activity”. Perkembangan orientasi kebijakan dalam berbagai ilmu sosial maupun disiplin ilmu lainnya mencakup due elemen, yaitu: (1) pengembangan pengetahuan tentang proses kebijakannya sendiri, serta (2) peningkatan kualitas informasi yang tersedia bagi pembuat kebijakan.
Laswell (1971) mengemukakan bahwa orientasi kebijakan sebagai pendekatan ilmu kebijakan adalah "the contribution of systematic knowledge, structured rationality and organised creativity to better policy making”. Lebih lanjut dikatakan bahwa para ilmuwan kebijakan mengkonsentrasikan diri pada "the fundamental problems of man in society" (masalah mendasar kemanusiaan dalam masyarakat), dan membantu pencapaian "the realisation of human dignity in theory and fact" (terealisasinya martabat manusia menurut teori maupun kenyataan), ditambah Dror (1971) “policy sciences is essential for improvement of the human condition, and, indeed for avoidance of catastrophe" (ilmu kebijakan utamanya adalah untuk meningkatkan kondisi kemanusiaan, dan menghindari bencana).
Pada dimensi orientasinya sebagai preskripsi (resep), dalam analisis terhadap permasalahan yang dihadapi para pembuat kebijakan, analisis kebijakan memerlukan proses kreativitas, imajinasi dan craftmanship (Wildaysky). Peranan para analis dengan demikian adalah bagaimana melokalisasi masalah yang memerlukan solusi pemecahannya. Tuntutan akan peranan para analis kebijakan –kreativitas, imajinasi dan craftmanship– menjadi tidak sederhana apabila dikaitkan denganpendapat Michael Hill yang menyatakan "in the public domain, management takes place within a framework of public debate, characterized by conflicting values and interest, public choice, public accountability and a political environment" (di bidang/domein publik, manajemen ditempatkan pada kerangka kerja pengelolaan debat publik, yang ditandai dengan saratnya konflik nilai dan kepentingan, selera publik, akuntabilitas publik dan lingkungan politis). Kondisi demikian dalam kadar tertentu menjadi dilematis bagi para analis kebijakan dalam orientasinya apakah sepenuhnya pada ilmu sosial semata-mata atau juga terhadap politik praktis. Pada skala yang lebih besar, hal tersebut merupakan persoalan hubungan antara administrasi publik dan kebijakan publik dengan politik.
Untuk memahami posisi kebijakan publik dalam administrasi publik/negara dan keterkaitannya dengan ilmu politik, perlu dibahas: Paradigma Administrasi Publik, Administrasi Publik sebagai proses Politik, dan kemudian pengertian Kebijakan Publik.
1. Paradigma Kebijakan publik
Pengertian Administrasi publik dapat dibangun dari pengertian administrasi: “kerjasama secara rasional antara sejumlah manusia untuk mencapal tujuan tertentu secara efisien, efektif dan manusiawi" (Mustopadidjaja,1988). Mencapai “tujuan tertentu"dalam domein/bidang publik atau administrasi publik berarti mencapai kehidupan dan penghidupan yang berkualitas (adil, makmur, dan sejahtera). Sedangkan efisien, efektif dan manusiawi indikasinya adalah pelayanan publik yang optimal , prima dan akuntabel. Administrasi Publik sebagai disiplin ilmu seringkali dipandang terlalu sederhana, yakni sebagai teori organisasi dan teknik-teknik manajemen. Dalam pandangan demikian, administrasi publik sangat jelas perbedaannya dengan ilmu politik, karena tekanannya adalah pada struktur dan perilaku administrasi serta metodologinya.
Adminisrasi publik juga berbeda dengan ilmu administrasi karena indikator yang digunakan dalam evaluasi pada lingkungan pemerintahan berbeda dengan yang dipakai organisasi swasta, karena organisasi swasta yang berorientasi profit sebesar-besarnya dalam proses pembuatan keputusannya, kurang terikat untuk memperhatikan kepentingan umum (public interest). Tidak sebagaimana halnya dengan organisasi publik yang harus memperhatikan kepentingan publik dan memberikan pelayanan yang prima dan akuntabel.
Dalam perkembangannya, administrasi publik, dalam rangka mencari identitasnya, menunjukkan sifatnya yang dinamis (tidak statis). Terjadi pergeseran paradigma atau pemberian makna administrasi publik dari yang tradisionil (teori organisasi dan teknik-teknik manajemen) atau menekankan pada fungsi pelaksanaan kebijakan publik saja menjadi di samping pelaksanaan juga termasuk fungsi perumusan kebijakan. Robert T. Golembieswski mengemukanan bahwa perubahan atau pergeseran paradigma administrasi publik dapat dipelajari dari locus dan focusnya. Locus menunjukkan tempat di mana administrasi publik diposisikan/diperankan; sedangkan focus menunjukkan pokok bahasan (substansi atau content) dari administrasi publik tersebut.